inetnews.co.id — Penunjukan lokasi proyek Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) di kawasan Perumahan Gran Eterno, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar, menuai polemik.
Aktivis dari Lembaga Advokasi dan Studi Strategis Indonesia (Laksus) menduga ada gratifikasi dalam proses penunjukan lokasi tersebut.
Direktur Laksus, Muhammad Ansar, menyoroti bahwa pemilihan Gran Eterno sebagai lokasi proyek terkesan dipaksakan dan tidak memenuhi persyaratan, baik dari aspek lingkungan maupun administratif.
“Dari awal proyek PSEL ini bermasalah karena lokasi Gran Eterno yang dipilih sangat dipaksakan. Ada potensi kuat bahwa gratifikasi terlibat dalam penunjukan lokasi ini,” ujar Ansar kepada wartawan, Rabu (22/1/2025).
Ia menambahkan, berdasarkan kajian studi lingkungan, kawasan Gran Eterno tidak layak dijadikan lokasi proyek. Selain itu, dokumen administratif terkait juga dinilai cacat hukum.
“Studi lingkungan sudah menunjukkan bahwa lokasi ini tidak layak. Tapi, tetap saja dipaksakan. Ini mencurigakan, dan kami mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk mengusut tuntas,” tegasnya.
Ansar menyebutkan, pihak-pihak yang terlibat dalam penunjukan lokasi ini sangat terang benderang, termasuk Pemkot Makassar, investor, pemilik lahan, dan pihak pendanaan seperti BNI.
“Alur transaksi ini jelas. Semua pihak yang terlibat harus diperiksa, dan isi kesepakatan dalam kontrak kerja sama harus ditelusuri lebih dalam,” lanjutnya.
Menurutnya, jika proyek ini tetap dipaksakan, tidak hanya investor yang terancam implikasi hukum, tetapi juga Pemerintah Kota Makassar melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
“Kami mendesak agar kontrak kerja sama PSEL segera dibatalkan untuk menghindari konsekuensi hukum lebih lanjut,” kata Ansar.
Proyek PSEL ini awalnya dijadwalkan groundbreaking pada akhir 2024. Penandatanganan kerja sama dilakukan pada 24 September 2024 di Jakarta oleh Wali Kota Makassar, Moh. Ramadhan Pomanto (Danny), bersama CTO SUS Shanghai Jiao Xuejen dan Direktur PT Sarana Utama Synergy, Yee Wai Kuen. Namun, hingga kini, groundbreaking tersebut belum terlaksana.
Proyek ini mencakup tiga dokumen penting, termasuk pemanfaatan lahan di Tamangapa seluas 3,1 hektare dan di Tamalanrea seluas 6,1 hektare dengan masa manfaat selama 30 tahun. Proyek ini diharapkan mampu mengolah 1.300 ton sampah per hari dengan teknologi ramah lingkungan.
Wali Kota Makassar, Danny Pomanto, sebelumnya menyatakan optimismenya bahwa proyek ini akan menyelesaikan masalah sampah kota secara menyeluruh.
“Teknologi ini diharapkan menjadi jawaban atas pengelolaan sampah yang berkelanjutan dan ramah lingkungan,” ujar Danny.
Namun, dengan melesetnya target groundbreaking dan munculnya isu dugaan gratifikasi, proyek ini kini berada di bawah sorotan tajam. “Proyek strategis seperti ini seharusnya transparan dan bebas dari kepentingan pribadi,” tegas Ansar.
Editor: Id Mr
Follow Berita Inetnews.co.id di Google News