inetnews.co.id — Pengungkapan ladang ganja di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) menjadi berita heboh yang menarik perhatian publik. Fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan semakin menambah kehebohan. Terdapat 59 titik penanaman ganja yang ditemukan dengan total luas mencapai 1 hektare di zona konservasi yang dilindungi oleh pemerintah.
Kasus ini semakin mencuri perhatian setelah muncul dugaan bahwa kebijakan pembatasan penggunaan drone di kawasan Bromo berkaitan dengan upaya menutupi aktivitas ilegal tersebut. Beberapa netizen melalui media sosial mulai mempertanyakan hal ini setelah mendapatkan informasi lebih lanjut.
Salah satunya adalah seorang pengguna Instagram @fatihinkhairul32 yang mempertanyakan, “Apa mungkin ini alasan terbangin drone di Taman Nasional bayar 2 JT?” yang dikutip pada Selasa (18/3/2025).
BACA JUGA
oknum-guru-dan-siswi-digerebek-berduaan-di-dalam-masjid-polisi-mereka-hanya-berteduh
viral-ejek-pekerja-honorer-pakai-bpjs-karyawati-pt-timah-dipecat
Pertanyaan tersebut langsung memicu reaksi netizen lainnya yang mencurigai bahwa pembatasan penggunaan drone di kawasan TNBTS mungkin dimaksudkan agar aktivitas ilegal seperti penanaman ganja tidak terpantau.
“Terjawab sudah kenapa gak boleh pake drone supaya gak ketahuan ladang ganjanya, gitu pake alasan mengganggu elang Jawa,” tulis akun @andika_ahmadine***, yang langsung disambut dengan berbagai komentar serupa dari netizen.
Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Lumajang pada Selasa (11/3/2025) menghadirkan tiga saksi dari pihak TNBTS. Dalam persidangan, pihak TNBTS mengakui bahwa penanaman ganja yang terjadi di dalam kawasan konservasi merusak ekosistem dan menyalahi aturan yang ada.
“Penanaman ganja itu merusak ekosistem,” tegas Yunus Tri Cahyono, salah satu saksi dari pihak TNBTS.
Hakim dalam sidang tersebut juga mempertanyakan langkah konkret dari pihak berwenang dalam menjaga kelestarian lingkungan serta sumber anggaran yang digunakan untuk pemulihan ekosistem yang rusak akibat tanaman ganja. “Padahal kalau tidak ada tanaman ganja, tidak perlu ada pemulihan ekosistem,” ujar hakim dengan nada tegas.
Di sisi lain, pihak Balai Besar TNBTS menegaskan bahwa kebijakan tarif drone yang diberlakukan di kawasan tersebut sudah sesuai dengan regulasi pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2024. Namun, meskipun ada penjelasan resmi, publik masih menaruh kecurigaan besar terhadap kebijakan ini, terutama setelah terbongkarnya ladang ganja di kawasan yang seharusnya dijaga dengan ketat.
Kasus ini membuka spekulasi baru mengenai pengawasan di kawasan konservasi, yang menjadi pertanyaan besar di kalangan masyarakat. Apakah mungkin ladang ganja bisa tumbuh tanpa ada pihak yang mengetahuinya? Atau mungkin ada pembiaran yang disengaja oleh pihak tertentu?
Editor : Id Mr
Follow Berita Inetnews.co.id di Google News