inetnews.co.id — Pendakwah Ustaz Yusuf Mansur kembali menjadi sorotan publik setelah membuka jasa kirim doa online berbayar melalui siaran langsung di media sosial pribadinya.
Aksi tersebut memicu gelombang kritik dan cibiran dari warganet yang menilai praktik itu menyimpang dari makna doa dalam Islam, karena menyeret unsur transaksi uang dalam urusan spiritual.
Dalam tayangan yang viral di berbagai platform media sosial, Yusuf Mansur tampak mengundang siapa pun untuk berdonasi dengan nominal bebas — mulai dari Rp1.000 hingga puluhan juta rupiah — dengan janji bahwa doa mereka akan diaminkan oleh 500 penonton siaran langsung serta dirinya sendiri.
“Rp50 ribu boleh, seribu pakai PayTren boleh lho,” ucap Yusuf Mansur dalam siaran langsungnya, dikutip Sabtu (11/10/2025).
Namun yang memicu kontroversi adalah penawarannya untuk “doa khusus” bagi donatur bernilai besar.
Yusuf Mansur menyebut siap membacakan surah Al-Fatihah secara pribadi bagi penyumbang dengan nominal Rp10 juta ke atas.
“Belum ada yang Rp10 juta ini? Rp10 juta, Rp20 juta saya Fatihah khusus nih. Bismillah di-Fatihah-in sama 500 orang. Yang Rp10 juta, besok Senin eksekusi, atas nama orang tua dan keluarga,” ujarnya dalam siaran tersebut.
Potongan video itu langsung memicu hujan komentar di platform X (Twitter) dan Instagram. Sebagian besar netizen menilai bahwa tindakan Yusuf Mansur mengkomersialkan doa adalah bentuk penyimpangan dari nilai ibadah.
“Kalau doamu sakti, harusnya nggak nyari donasi, tinggal doa aja biar rezekinya ngalir sendiri,” tulis akun @muh****.
“Ini bukan dakwah tapi dagang. Menjual tembus ke langit dengan harga Rp10 juta itu penistaan makna doa,” tambah netizen lain.
Komentar pedas lain juga menyindir gaya penggalangan dana Yusuf Mansur.
“Cek keranjang kuning dulu, biar doanya dikabulkan,” tulis akun @dev*** dengan nada sarkastik.
“Berdoa itu hubungan personal antara manusia dan Tuhan, bukan lewat tarif Ustaz,” sindir warganet lainnya.
Meski dihujani kritik, sejumlah pendukung tetap membela Yusuf Mansur. Mereka beralasan bahwa donasi tersebut bersifat sukarela, bukan kewajiban untuk mendapat doa.
Namun, mayoritas publik menilai langkah ini mencampuradukkan ibadah dan bisnis, sehingga menimbulkan kesan bahwa spiritualitas dijadikan komoditas.
Kontroversi ini bukan pertama kali menimpa Yusuf Mansur. Sebelumnya, ia juga pernah menuai kritik karena program investasi dan sedekah online yang dianggap tak transparan.
Kini, warganet menilai reputasi sang ustaz semakin meredup akibat “jualan doa” yang dianggap melecehkan kesucian ibadah.
“Kalau semua bisa beli doa, buat apa ibadah sendiri?” tulis seorang netizen menutup komentarnya.
