inetnews.co.id — Komisi Informasi Pusat (KIP) akan menggelar sidang sengketa informasi publik antara Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada Selasa, 27 Mei 2025 mendatang
Sengketa ini muncul setelah Kemendagri menolak memberikan salinan dokumen hasil konsultasi dan pertimbangan Gubernur Aceh dalam penyusunan Keputusan Mendagri Nomor 100.1.1-6117 Tahun 2022 terkait pemutakhiran kode dan data wilayah administrasi pemerintah.
Dalam surat panggilan sidang Nomor 151/V/KIP-RLS/2025, Komisi Informasi Pusat memanggil kedua pihak untuk hadir dalam persidangan yang akan membahas akses publik terhadap dokumen tersebut, yang dinilai penting bagi transparansi kebijakan pemerintahan di Aceh.
Baca Juga : pasca gaduh hcb diduga korupsi zulmansyah sekedang jabat ketum pwi pusat periode 2023 2028
Ketua YARA, Safaruddin, menyatakan bahwa pihaknya telah menempuh seluruh prosedur sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Permintaan informasi telah diajukan sejak 9 November 2023, namun tidak ditanggapi hingga batas waktu yang ditentukan. YARA kemudian mengajukan keberatan pada 27 November 2023, tetapi kembali tidak mendapat respons dari Kemendagri.
“Karena sengketa ini terjadi di level Badan Publik pusat, kami ajukan ke Komisi Informasi Pusat di Jakarta, dan alhamdulillah minggu depan sudah mulai disidangkan setelah teregistrasi sejak Januari 2024,” ujar Safar, Jumat (23/5/2025).
Menurut YARA, dokumen tersebut memiliki nilai strategis karena berkaitan langsung dengan pelaksanaan otonomi khusus Aceh. Safar menegaskan bahwa keterlibatan Gubernur Aceh dalam keputusan administratif seperti kode wilayah merupakan amanat Pasal 8 UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Baca Juga : musorprov esi sulsel 2025 brigjen tni andi anshar nahkodai esport sulsel
“Dokumen ini penting untuk diketahui publik agar masyarakat bisa ikut mengawasi jalannya pemerintahan, apalagi ini menyangkut wilayah administratif yang berdampak langsung terhadap pembangunan daerah,” tambahnya.
Safar juga mengkritik banyaknya kebijakan yang diambil pemerintah pusat tanpa melibatkan Pemerintah Aceh sebagaimana diatur undang-undang, dan menyebutnya berpotensi merugikan hak-hak istimewa Aceh dalam sistem desentralisasi asimetris.
Sidang KIP ini akan menjadi momentum penting bagi penguatan keterbukaan informasi publik dan pengakuan terhadap kekhususan Aceh dalam pengelolaan wilayah administratifnya.
Editor : ID/ZN