inetnews.co.id — DeepSeek tidak hanya meluncurkan satu, tetapi dua model AI canggih, yakni DeepSeek-V3 dan DeepSeek-R1. Kedua model ini diklaim lebih efisien dan ekonomis, membuka standar baru dalam pengembangan teknologi kecerdasan buatan. Dengan biaya yang relatif kecil, DeepSeek berhasil menciptakan AI yang mampu menyaingi kualitas G-PT4 milik OpenAI, yang membutuhkan anggaran jauh lebih besar.
Di sisi lain, proyek teknologi domestik justru menuai kritik tajam. Salah satunya adalah Coretax, sistem perpajakan yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Dengan anggaran fantastis mencapai Rp 1,3 triliun, sistem ini justru mengalami berbagai masalah teknis yang menghambat penggunaannya.
Keluhan terus bermunculan dari wajib pajak yang mengakses Coretax. Masalah seperti server yang sering error, fitur yang sulit diakses, hingga ketidaksinkronan data dengan Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM menjadi sorotan utama. Kondisi ini memicu gelombang kritik dari netizen yang mempertanyakan efektivitas penggunaan anggaran dalam proyek teknologi pemerintah.
“DeepSeek cuma Rp 97 miliar bisa bikin AI sekelas GPT-4, sementara Coretax Rp 1,3 triliun malah error terus,” tulis salah satu netizen di media sosial, Kamis (30/1/2025).
Perbandingan ini semakin memanaskan diskusi di jagat maya. Banyak yang bertanya-tanya bagaimana proyek dengan anggaran besar seperti Coretax masih menghadapi kendala teknis, sementara perusahaan teknologi luar negeri dapat menciptakan inovasi canggih dengan biaya yang jauh lebih rendah.
Pengamat kebijakan Agus Pambagio sebelumnya telah meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut dugaan korupsi dalam proyek ini. Agus menilai bahwa masalah-masalah teknis yang terjadi dalam penerapan Coretax bisa jadi merupakan indikasi adanya penyimpangan dalam pengelolaan anggaran.
Ia menyebutkan, meskipun aplikasi ini diterapkan dengan tujuan untuk meningkatkan sistem perpajakan, kurangn sosialisasi dan implementasi yang terburu-buruya justru menyebabkan masalah yang merugikan wajib pajak.
Menurutnya, aplikasi baru yang belum sepenuhnya siap digunakan seharusnya tidak menggantikan sistem lama secara mendadak.
“Sistem baru belum bisa berjalan dengan baik, tapi sistem yang lama sudah dimatikan. Ini yang membuat terjadinya kekacauan,” kata Agus, Selasa (21/1/2025).
Sementara itu, DJP telah menyampaikan permohonan maaf atas gangguan yang terjadi sejak Coretax diterapkan pada 1 Januari 2025. Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, menjelaskan bahwa langkah-langkah perbaikan sedang dilakukan, seperti memperluas jaringan dan meningkatkan kapasitas bandwidth untuk mengatasi kendala yang dihadapi wajib pajak.
Meskipun ada upaya perbaikan, Agus tetap menilai bahwa DJP tidak seharusnya memberikan sanksi kepada wajib pajak yang terlambat melaporkan faktur pajak akibat masalah teknis yang disebabkan oleh aplikasi Coretax.
“Jika masalahnya ada pada sistem, maka denda tidak seharusnya dikenakan,” ujar Agus.
Dengan perbandingan mencolok antara DeepSeek dan Coretax, publik kini semakin kritis terhadap efisiensi anggaran dalam proyek teknologi, terutama yang dikelola oleh pemerintah. Akankah ada transparansi lebih lanjut terkait penggunaan dana dalam proyek Coretax? Ataukah ini akan menjadi preseden buruk bagi proyek digitalisasi pemerintahan di masa depan?
Editor: Id Mr
Follow Berita Inetnews.co.id di Google News