inetnews.co.id – Ketua DPD Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI) Sulawesi Selatan, Akbar Hasan Noma Dg Polo, mengecam keras dugaan intimidasi yang dilakukan oleh Kapolda Sulsel, Irjen Pol Andi Rian R Djajadi, terhadap wartawan beritasulsel.com jaringan beritasatu.com, Heri Siswanto.
Insiden ini terjadi setelah Heri memberitakan dugaan pungutan liar (pungli) dalam penerbitan SIM di Polres Bone. Akbar Hasan menilai tindakan tersebut sangat meresahkan dan mengancam kebebasan pers di Sulawesi Selatan.
“Kebebasan pers adalah pilar utama demokrasi. Jika aparat penegak hukum mengintimidasi wartawan yang mengungkap penyimpangan, maka wartawan akan takut untuk memberitakan hal-hal yang tidak sesuai dengan aturan, terutama jika melibatkan oknum polisi,” ujar Akbar Polo, Sabtu (7/9/24).
Ia meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk segera bertindak tegas atas insiden ini agar kasus serupa tidak berlarut-larut dan tidak terulang di kemudian hari. Menurutnya, jika Kapolri tidak mengambil tindakan, kebebasan pers di Sulawesi Selatan akan berada dalam ancaman serius.
Sebelumnya, Heri Siswanto me adanya pungli dalam penerbitan SIM di Polres Bone, di mana seorang warga mengeluhkan biaya pengurusan SIM A yang mencapai Rp500 ribu. Namun, Kapolda Sulsel, Irjen Pol Andi Rian, tidak memberikan klarifikasi dan malah memarahi Heri, menuduhnya sering memberitakan hal miring tentang polisi.
Selain memarahi Heri, Kapolda juga diduga menyinggung pekerjaan istri Heri, Gustina Bahri, yang bekerja di Polres Sidrap. Tak lama setelah pembicaraan tersebut, Gustina dimutasi ke Polres Kepulauan Selayar, wilayah terpencil yang jauh dari tempat tinggalnya sebelumnya, yang memicu dugaan bahwa mutasi ini adalah bentuk pembalasan.
Sementara itu, sebelumnya juga Serikat Wartawan Media Online Republik Indonesia (SEKAT-RI) juga turut mengecam sikap Kapolda Sulsel, menilai tindakan tersebut bertentangan dengan arahan Kapolri dan Wakapolri yang mendorong kritik terhadap oknum polisi.
Ketua Umum SEKAT-RI, Ibhe Ananda, menyatakan bahwa tindakan Kapolda Sulsel justru berlawanan dengan upaya Kapolri untuk menjaga integritas institusi kepolisian dan memberantas oknum yang mencoreng nama baik Polri.
“Pak Wakapolri pernah mengatakan bahwa jika melihat polisi yang melakukan pungli, maka rekam dan beritakan. Inilah yang kami sayangkan, sikap Kapolda ini sangat bertentangan,” ujar Ibhe dalam rilisnya, Rabu.(04/09/24)
Berikut Heri Siswanto seorang wartawan, mengungkapkan pasca memberitakan adanya dugaan pungli dalam pengurusan SIM di Polres Bone.
Heri mengungkapkan bahwa seorang warga mengeluhkan biaya pembuatan SIM A baru yang mencapai Rp500 ribu, lebih tinggi dari yang seharusnya.
Setelah berita tersebut viral, Kapolda Sulsel, Irjen Pol Andi Rian, bukannya memberikan klarifikasi atau membantah informasi, malah menelepon Heri dan memarahinya.
Dalam pembicaraan itu, Andi Rian mempertanyakan sikap Heri yang kerap memberitakan hal miring tentang polisi.
“Andi Rian marah-marah. Dia bilang, ‘Apa masalahmu dengan polisi, mengapa kamu sering memberitakan yang miring-miring tentang polisi? Kamu tahu nggak kalau kamu memberitakan polisi, itu kamu menghajar institusi,’” ungkap Heri menirukan ucapan Andi Rian.
Tak hanya itu, Andi Rian juga menyinggung pekerjaan istri Heri, Gustina Bahri, yang bekerja di Polres Sidrap.
Tak lama setelah pembicaraan tersebut, Gustina dimutasi ke Polres Kepulauan Selayar, jauh dari tempat tinggalnya sebelumnya.
Gustina kini tinggal bersama anak perempuannya yang berusia 4 tahun di sebuah kost sederhana di Kepulauan Selayar.
Dampak dari mutasi tersebut membuat anak Gustina terpaksa meninggalkan sekolahnya di TK Bhayangkari Sidrap.
“Anak kami harus pindah, dan kami terpaksa tinggal di tempat yang jauh dari keluarga. Apakah ini keadilan?” ujar Heri dengan nada kecewa.
Kasus ini memicu kekhawatiran lebih luas terkait kebebasan pers dan hubungan jurnalis dengan pihak kepolisian. Hingga saat ini, Kapolri belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan intimidasi dan mutasi ini.(*)