Bawaslu Gowa Diminta Telusuri Kegiatan Camat dan Istri Camat Di Bali
inetnews.co.id – Keberangkatan sejumlah camat beserta istri mereka ke Bali menjadi sorotan publik setelah foto-foto dan video yang mereka unggah di media sosial viral.
Tampak beberapa istri camat menikmati waktu luang di Bali, yang memicu spekulasi adanya dugaan motif politik di balik perjalanan tersebut. Isu ini menyebar dengan cepat di grup WhatsApp warga Kabupaten Gowa, memunculkan kecurigaan bahwa ada keterlibatan politik dalam perjalanan tersebut.
Aktivis lokal pun angkat suara. Ainun, seorang aktivis mahasiswa dari Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, menyatakan bahwa pola ini serupa dengan yang terjadi pada Pilkada dan Pilpres sebelumnya, di mana kepala desa hingga camat diberangkatkan ke Bali dengan tujuan yang tidak jelas.
“Kami melihat adanya kesamaan pola dengan Pilkada dan Pilpres sebelumnya. Ini bisa jadi mengarah pada agenda politik,” ungkap Ainun.
Desakan untuk menyelidiki dugaan ini juga datang dari Sudirman, perwakilan Forum Milenial Berdemokrasi Kabupaten Gowa, yang menilai bahwa keberadaan para camat dan istri mereka di Bali perlu segera ditelusuri.
“Beberapa postingan di media sosial yang menunjukkan para istri camat di Bali menjadi indikasi kuat bahwa ada keterlibatan pejabat daerah dalam politik praktis. Kami mendesak Bawaslu untuk segera melakukan investigasi dan memastikan netralitas ASN serta pejabat pemerintah tetap terjaga,” ujar Sudirman.
Menanggapi wacana tersebut, Komisioner Bawaslu Gowa, Juanto, menghimbau masyarakat untuk aktif melaporkan kepada Bawaslu jika menemukan indikasi keterlibatan ASN dalam politik praktis.
Sebagai Koordinator Divisi Pencegahan, Parmas, dan Humas, Juanto menegaskan bahwa pengawasan terhadap pemilihan kepala daerah bukan hanya tanggung jawab Bawaslu, tetapi masyarakat juga memiliki hak dan kewajiban untuk turut serta mengawasi, sesuai dengan Peraturan Bawaslu Nomor 2 Tahun 2023 tentang pengawasan partisipatif.
Juanto juga menjelaskan pentingnya netralitas ASN, TNI, dan Polri dalam Pilkada, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemilihan Nomor 10 Tahun 2016. Undang-undang No. 2 tahun 2022 tentang kepolisian republik Indonesia dan Undang-undang No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
Meskipun ASN memiliki hak politik, kata dia, mereka (ASN) harus mematuhi asas netralitas dengan tidak memihak pada kepentingan politik tertentu, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 Tentang Netralitas ASN.
“Sanksinya jelas, selain teguran, bisa berupa penundaan kenaikan pangkat hingga pemecatan secara tidak hormat,” ujar Juanto.
Dengan Pilkada Gowa yang semakin dekat, netralitas aparat pemerintahan menjadi sorotan penting.
Masyarakat dan Bawaslu diharapkan dapat bekerja sama untuk menjaga agar proses pemilihan berlangsung jujur dan adil, bebas dari intervensi politik praktis yang melibatkan pejabat daerah. Ketentuan itu berdasarkan di pasal 9 ayat 2, Undang-undang no. 20 tahun 2023.
“Semua jelas, aturannya musti ditaati. PNS atau ASN harus bebas dari semua intervensi golongan, ketentuannya di pasal 9 ayat 2 itu tadi.” Ungkap Avol.
Selain itu, kata Juanto Avol, ada peraturan pemerintah yang musti dijalankan, secara disiplin dan patuh. Yaitu larangan memberikan dukungan, tindakan, keputusan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon, selama dan sesudah tahapan kampanye.
“Peraturan pemerintah itu sifatnya perintah, artinya ASN musti disiplin atas perintah aturan itu sendiri. Misalnya PP No. 94 tahun 2021. Dipasal 5, huruf (n) , angka 5, 6 dan 7. Semua jelas disana; Dilarang memberikan dukungan, keberpihakan, tindakan atau keputusan yang merugikan atau menguntungkan pasangan calon.” Tegas Juanto.