inetnews.co.id — Presiden Korea Selatan (Korsel), Yoon Suk Yeol, tidak memenuhi panggilan Kejaksaan Wilayah Seoul Pusat pada Minggu (15/12/2024). Panggilan ini terkait dugaan penyalahgunaan kekuasaan dalam menetapkan status darurat militer.
Menurut laporan Yonhap, tim penuntut khusus telah mengirimkan surat panggilan ke kantor Yoon sejak Rabu (11/12). Panggilan tersebut meminta Yoon hadir di Kantor Kejaksaan Wilayah Seoul Pusat pada pukul 10 pagi. Namun, hingga waktu yang dijadwalkan, Yoon tidak menunjukkan kehadirannya.
“Tim penuntut khusus telah mengirim pemanggilan terhadap Yoon Rabu lalu, memintanya untuk hadir di Kantor Kejaksaan Wilayah Seoul Pusat untuk dimintai keterangan pada pukul 10 pagi hari Minggu. Yoon tidak hadir,” demikian pernyataan resmi kejaksaan, dilansir Yonhap.
Kejaksaan juga menyebut bahwa surat panggilan tersebut telah diterima oleh pihak terkait di kantor Yoon. Namun, hingga saat ini, kejaksaan tidak memberikan informasi terkait alasan Yoon mangkir. Kejaksaan hanya memastikan bahwa mereka akan kembali melayangkan panggilan kedua pada Senin (16/12/2024).
Dugaan Penyalahgunaan Kekuasaan
Yoon Suk Yeol menghadapi tuduhan serius terkait penyalahgunaan kekuasaan dalam menerapkan status darurat militer. Langkah ini diduga dilakukan Yoon untuk menangani ketegangan politik yang memanas di parlemen Korsel. Tindakan kontroversial tersebut mencakup pengerahan militer ke Majelis Nasional Korsel dan penangkapan sejumlah tokoh kunci di parlemen.
Namun, langkah tersebut menuai kritik tajam dari masyarakat dan partai oposisi. Protes besar-besaran serta tekanan politik memaksa Yoon untuk mencabut status darurat militer. Keputusan ini dinilai sebagai bentuk upaya otoriter yang melanggar prinsip demokrasi.
Mosi Pemakzulan
Langkah kontroversial Yoon akhirnya mendorong Majelis Nasional Korsel untuk mengajukan mosi pemakzulan. Dalam sidang pemungutan suara, mosi tersebut didukung oleh 204 dari total 300 anggota parlemen. Bahkan, dukungan untuk pemakzulan tidak hanya berasal dari partai oposisi tetapi juga dari Partai Kekuatan Rakyat (PPP), partai pendukung presiden.
Hasil pemungutan suara menunjukkan 85 anggota menolak, 3 abstain, dan 8 suara dinyatakan tidak sah. Mosi pemakzulan ini telah diteruskan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk diproses lebih lanjut.
Dampak Politik dan Publik
Kasus ini telah menciptakan krisis politik di Korsel. Publik kini tengah mengamati langkah-langkah selanjutnya, termasuk kemungkinan Yoon memenuhi panggilan kedua dari kejaksaan. Sementara itu, proses pemakzulan di Mahkamah Konstitusi akan menjadi penentu masa depan politik Yoon Suk Yeol sebagai presiden.
Kasus ini tidak hanya menjadi ujian bagi institusi hukum Korsel tetapi juga bagi stabilitas politik negara tersebut. Keputusan yang diambil dalam kasus ini akan berdampak signifikan terhadap kepercayaan publik terhadap pemerintahan dan sistem demokrasi Korsel.
Editor: Id/Mr
Follow Berita Inetnews.co.id di Google News